Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Sabtu, 09 Mei 2015

Ketika Hasan-Husain Menaiki Punggung Nabi

Menyayangi anak adalah sifat dan naluri yang dimiliki setiap orang tua. Tetapi, kasih sayang semacam apakah yang paling hakiki? Apakah dengan memanjakannya orang tua telah memenuhi tanggung jawabnya? Cerita dalam kitab Tanqih al-Qaul karya Syekh Nawawi al-Bantani berikut ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Suatu hari Abu Dzar dan sahabat-sahabat lainnya duduk berbicang dengan Rasulullah. Di tengah-tengah perbincangan, tiba-tiba kedua cucu beliau, Sayidina Hasan dan Husain, datang dan menaiki punggung kakeknya. Setelah selesai bincang-bincang, Rasulullah pun meminta kepada kedua cucu kesayangannya untuk turun. “Wahai cucuku sayang, turunlah,” pinta Rasulullah. Sayyinda Ali sebagai ayah menatap tajam kepada putra-putranya. Hasan dan Husain semakin takut dengan tatapan ayahnya tersebut, dan akhirnya keduanya turun dari punggung Rasulullah. Rasulullah pun bertanya kepada kedua cucunya, “Kenapa kalian gemetar wahai cucuku?” “Kami takut kepada ayah,” jawab polos Hasan dan Husain. Sayidina Ali pun memberi pelajaran dengan memukul pelan paha kedua anaknya dan menasihati dengan nada sedikit tinggi, “Bersopan santunlah kalian ketika ada tamu, wahai putraku.” Rasulullah pun berkata, “Wahai menantuku, Ali, janganlah kamu bentak Hasan dan Husain, karena mereka adalah buah hatiku.” Ali pun langsung menundukan kepala dan berkata dengan penuh penghormatan, “Ya”. Jibril datang dan menegur Nabi Muhammad. “Wahai Muhammad, tindakan Ali adalah benar.” “Rawatlah, kasihlah nama yang bagus, dan perbaikilah gizi anak-anakmu, karena di akhirat nanti anak-anakmu akan memberi pertolongan,” pesan Malaikat Jibril. Ketika mendengar teguran dan pesan tesebut, Rasulullah bersabda, “Wahai kaum muslimin, barang siapa yang diberi anak oleh Allah, maka wajib baginya mengajarkan sopan santun dan mendidiknya dengan baik. Bilamana hal itu dilakukannya, maka Allah akan menerima permohonan syafa’at anaknya. Tapi barang siapa yang membiarkan anaknya bodoh, tidak mengenal agama, suka melakukan pelanggaran serta tidak berakhlak, maka setiap pelanggaran dan dosa yang dilakukan anak-anaknya, orang tua ikut menanggungnya”. (Ahmad Rosyidi)

1 komentar:

 

Blogger news

Blogroll

Jakarta (Pinmas) Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ace Saefuddin menyatakan, Kementerian Agama memberi perhatian serius pada pendidikan pondok pesantren. Perhatian itu antara lain, mengirim santri ke berbagai lembaga pendidikan baik di dalam maupun luar negeri. Pengiriman santri ke luar negeri ini untuk meningkatkan kompentesi para santri,kata Ace Saifuddin pada pelepasan para santri ke negara Maroko, Tunisia dan Libanon di gedung Kemenag Jakarta, Kamis (23/1). Pelepasan 35 santri ke berbagai perguruan tinggi di luar negeri ini disaksikan Ketua STAINU Mujib Qulyubi. Ace Saifuddin mengatakan, Kemenag menaruh perhatian besar dalam rangka peningkatan kemampuan mahasiswa santri terutama dalam tafaqquh fiddin. Peningkatan kompentensi dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi terus kita kebut, ujarnya. Menurut Ace, apa yang disebut dengan santri tidak terbatas usia, baik itu yang sedang menempuh pendidikan diniyah awaliyah sampai perguruan tinggi strata tiga. Selama masih tafaqquh fiddin disebut santri, kita menyediakan bea siswa, jelas Ace. Ace menuturkan, pondok pesantren merupakan salah satu lembaga edukasi yang mampu melaksanakan pendidikan selama 24 jam, serta menjadi salah satu pilar pengembangan dan pencerdasan bangsa. “Kita berharap program pengiriman santri ini menjadi jembatan emas Indonesia dengan berbagai negara,” ujarnya. Dikatakan, para alumni pondok pesantren berbondong masuk Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Diponegoro (Undip), dan ke beberapa universitas-universitas ternama di Timur Tengah, Eropa, bahkan Amerika. Dalam kesempatan ini, Ace Saifuddin juga mengungkapkan masalah menyusupan kitab kuning aatau kitab kitab pelajaran agama. Di dalam kitab yang disusupi ada kalimat-kalimat tertentu yang menyalahkan arti sehingga mengandung perbedaan faham, ungkap Ace. Penyusupan itu seperti dengan tahrib atau menghilangkan ide yang asli, ada juga melalui tahqiq atau membuat tafsir baru seperti Al Quran-nya Ahmadiyah. Penyusupan terjadi melalui software komputer dalam penggunaan kitab-kitab ini yaitu, Maktabah Syamila yang kini mulai populer digunakan dikalangan para santri pondok pesantren modern. (ks/dm)

About